Jumat, 26 Maret 2010

Info Pendidikan

Kebijakan UN Harus Diubah

Kriminalisasi Banyak Muncul





Diperlukan perubahan pada kebijakan nasional terkait ujian nasional (UN) karena pendidikan telah ditarik terlalu jauh ke ranah politik dan hukum. Pada pelaksanaannya di lapangan timbul kriminalisasi pada guru dan siswa yang dinilai tidak jujur.

Demikian, antara lain, dikemukakan Koordinator Education Forum Suparman, Kamis (25/3) di Jakarta. ”Tiap ujian nasional timbul stres dan trauma pada anak-anak. Keterlibatan polisi dalam pengawasan ujian nasional sudah berlebihan dan menakutkan siswa dan guru,” ujarnya.

Pemerintah mestinya memenuhi lebih dulu kewajibannya menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memenuhi standar nasional dan baru melaksanakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan siswa.

Sementara M Isnur, anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta—masuk dalam Posko Pengaduan Ujian Nasional yang dibentuk Aliansi Pelajar dan Masyarakat Tolak Ujian di Jakarta, mengatakan, ”Menyerahkan ke polisi untuk menyelesaikan masalah bukan solusi yang tepat karena sifatnya hanya kasus per kasus. Dan, itu muncul terus setiap kali ujian nasional digelar. Yang penting adalah penyelesaian menyeluruh, ujian nasional untuk pemetaan pendidikan.” ”Jadi, penyelesaiannya bukan di level bawah, melainkan pada kebijakan pemerintah,” ujarnya.


Pembocor soal ditangkap

Di beberapa daerah muncul kasus kriminal. Di Medan, polisi menangkap lima orang tersangka pembocor soal, yaitu TN, SG, DS, SP, dan MN.

TN bekerja di perusahaan swasta yang terkait penyimpanan soal ujian nasional. Dia mencuri soal yang lalu dijualnya kepada para penadah. Sementara Komunitas Air Mata Guru menemukan salinan soal yang diperjualbelikan Rp 600.000.

Di Bandung ditemukan kunci jawaban Paket B Geografi yang hanya dua salah dari 50 jawaban. ”Ini kami dapatkan dari layanan pesan singkat (SMS) seorang guru di Jawa Barat. Katanya berasal dari satu SMA di Cicalengka, Kabupaten Bandung,” ujar anggota Komite Pengawas Independen Ujian Nasional Iwan Hermawan di Bandung.

Adapun di Solo ditemukan lembar jawaban di tempat sampah, di SMA Negeri 1. Hal ini memicu kecemasan di kalangan siswa. ”Kami khawatir, bagaimana kalau lembar jawaban itu milik kami?” ujar seorang siswa. Ketika seorang guru memungut lembar jawaban itu dari tempat sampah, ada siswa yang melihat.

Di Lampung, dana penyelenggaraan ujian belum dibayarkan, padahal pemerintah melarang adanya pungutan.


Kompas, 26 Maret 2010

Tidak ada komentar: