Rabu, 31 Maret 2010

Info Olahraga

KSN Antiklimaks

Kongres Sepakbola Nasional (KSN) yang diharapkan membuka jalan untuk perubahan besar dunia persepakbolaan di tanah
air menjadi antiklimaks ketika akar permasalahan di tubuh PSSI tidak tersentuh.

Hal itu terlihat dari proses dan hasil Sidang Komisi A KSN yang membahas tentang organisasi (PSSI), yang berakhir Selasa (30/3/2010) tengah malam, dalam forum yang sempat diwarnai kericuhan karena terjadi adu mulut liar di antara peserta.

Dari delapan poin bahan rekomendasi yang akan dibawa ke rapat pleno terakhir hari Rabu pagi, nyaris tidak ada yang menyinggung-nyinggung permasalahan interen di tubuh PSSI, yang padahal merupakan topik besar dan utama digelarnya kongres ini dengan sasaran akhir memperbaiki prestasi Indonesia di tingkat nasional maupun internasional.

Menurut narasumber Sidang Komisi A dari PWI, Kusnaini, hanya poin pertama yang berhubungan dengan bidang organisasi yang dimaksud, yakni memperbaiki komunikasi di antara PSSI, KONI, dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan dunia olahraga di Indonesia pada umumnya.

Selebihnya, Komisi A malah sibuk membicarakan hal-hal eksternal yang tidak berkaitan langsung dengan permasalahan organisasi PSSI, seperti meminta dukungan dana dan sarana dari pemerintah, melaksanakan lokakarya nasional (lagi?), sampai mempersoalkan teknis penyelenggaraan sebuah pertandingan yang melibatkan panpel lapangan dan pihak kepolisian.

Berdasarkan pantauan detiksport, jalannya sidang Komisi A sejak awal menunjukkan gelagat melenceng. Tampak jelas peserta yang bersuara didominasi pihak-pihak di lingkaran PSSI, yang dari semula terkesan merasa terancam dengan gencarnya isu pemakzulan terhadap ketua umumnya, Nurdin Halid.

Perdebatan berjalan tidak seimbang antara yang pro dengan yang kontra PSSI (Nurdin Halid). PSSI selalu berdalih bahwa KSN bukanlah kongres PSSI sehingga tidak pada tempatnya mengutak-atik organisasi tersebut. Ketika ada peserta yang menunjuk PSSI, interupsi hampir selalu dilontarkan, dengan nada tinggi bahkan teriakan-teriakan.

"Kok yang bersuara dari itu-itu saja ya, kayak nggak ada peserta yang lain," keluh mantan pebulutangkis nasional yang saat ini menjadi salah satu staf khusus Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, Ivana Lie.

Puncaknya adalah terjadi kericuhan di antara peserta, sampai-sampai ketua KSN Agum Gumelar mendatangi ruang sidang dan menenangkan situasi. Beberapa peserta yang "tidak jelas" dan tidak terdaftar di Komisi A, juga wartawan, diperintahkan keluar dari ruangan.

Setelah Agum turun tangan situasi tetap tidak kondusif, dan masih berkutat pada hal-hal di luar organisasi PSSI, misalnya membahas APBD untuk klub-klub. Beberapa peserta memilih walkout (WO) karena merasa tidak ada gunanya lagi ada di situ. Ketua Umum Persebaya Saleh Mukadar termasuk di antaranya. Ketika mengingatkan kotornya persepakbolaan di Indonesia, ia langsung dihujani interupsi. Asisten manajer Persekabpas Abubakar Assegaf juga hengkang dan mengatakan dirinya mengendus adanya pihak-pihak yang ingin menggagalkan KSN.

Berbeda dengan Komisi A, sidang Komisi B yang membahas pembinaan prestasi dan Komisi C yang mengurusi masalah dana/umum, berjalan lebih rapi. Setiap peserta yang bersuara selalu dicatat namanya dan dari pihak mana. Rekomendasi yang dicetuskan pun "nyambung" dengan bidang masing-masing. Namun di Komisi A, setiap peserta berebut ingin menyampaikan pendapatnya, bahkan sampai berjalan mendekati meja pimpinan sidang. Juga kerap terlontar celetukan-celetukan tidak penting yang bernada kelakar.

"Saya yang semestinya menjadi narasumber resmi di sidang ini bahkan tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Tolong dicatat, saya sudah ditetapkan KSN sebagai narasumber dari PWI. Saya sempat meminta pada pimpinan sidang, tapi malah disuruh menunggu giliran," tutur Kusnaini, yang juga dikenal sebagai komentator pertandingan di televisi tersebut.

Dalam perbincangannya dengan wartawan seusai sidang, Kusnaini menganggap rekomendasi Komisi A sama sekali tidak menyentuh sisi organisasional (PSSI), padahal banyak sekali yang mesti dikritisi. Ia mencontohkan, banyaknya kasus pelanggaran yang di-PK-kan oleh Nurdin Halid, padahal itu tidak sesuai dengan statuta PSSI. Ia menunjukkan sebuah pasal yang menyebutkan bahwa PK hanya bisa dikeluarkan untuk pelanggaran yang masa hukumannya minimal lima tahun. Faktanya, banyak sekali kasus-kasus skorsing dalam hitungan bulan, yang kemudian dibebaskan melalui PK ketua umum.

Juga soal wasit. Berdasarkan aturan FIFA, yang menunjuk wasit untuk sebuah pertandingan yang dinaungi PSSI adalah komisi wasit. Namun, wasit untuk pertandingan Divisi Utama, misalnya, selama ini dipilih oleh Badan Liga Indonesia (BLI).

"Kalau PSSI selama ini selalu berdalih telah sesuai statuta FIFA terutama menyangkut status ketua umumnya yang pernah menjadi terpidana, seharusnya mereka melaksanakan semua aturan tersebut. Di situ ada pasal bahwa asosiasi sepakbola (PSSI) harus menaati dan menjalankan semua aturan yang telah ditetapkan FIFA. PK dan pemilihan wasit saya pikir merupakan hal yang jelas-jelas dilanggar PSSI," beber Kusnaini.

Ia menyayangkan perwakilan KONI dan Kemenegpora tidak lantang bersuara dalam sidang Komisi A, sehingga hal-hal yang dibahas terdikte pada soal-soal eksternal yang digencarkan para peserta dari pihak PSSI. Maka rekomendasi soal organisasi yang tercatatkan adalah bagaimana klub menerima dana APBD, atau polisi harus bertanggung jawab soal suporter di sebuah pertandingan.

Rencananya Sidang Pleno terakhir Rabu (31/3) pagi adalah laporan hasil sidang komisi-komisi sebelum dibuat rekomendasi akhir yang dibuat tim perumus. Namun, ketika masalah di tubuh PSSI tidakj uga tersentuh, bisa-bisa KSN yang memakan biaya 2-3 miliar rupiah ini menjadi sebuah antiklimaks. (detik.com)

Tidak ada komentar: