Rabu, 20 Oktober 2010

Info Pariwisata

Pariwisata Indonesia Jauh Ketinggalan

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sampai saat ini belum melakukan ekspose (evaluasi) sejauh mana pencapaian kinerja setahun belakangan. Akan tetapi, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, hampir setiap kesempatan mengemukakan keberhasilan dan kemajuan pariwisata Indonesia. Mulai dari kepercayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat kembali Jero Wacik sebagai Menteri Kebudayaaan dan Pariwisata, tercapainya terget kunjungan wisatawan mancanegara, sampai tumbuhnya hotel-hotel baru di sejumlah daerah.

"Kalau dikatakan Pemerintah gagal, berarti menteri gagal, direktur jenderalnya juga gagal. Saya tegaskan, Pemerintah tidak gagal," kata Jero Wacik, pada peluncuran Visit Banda Aceh Year 2011, Selasa (19/10/2010) di Jakarta.

Sebelumnya, saat menerima finalis Puteri Pariwisata Indonesia 2010, Menbudpar itu mengatakan, "Di bidang pariwisata, saya optimistis target 7 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tercapai. Karena hampir setiap bulan, dibanding bulan yang sama tahun lalu, terjadi peningkatan jumlah kunjungan lebih kurang 7 persen".

Jero Wacik mungkin benar, dengan indikator yang dikemukakannya. Namun, kalangan pakar dan akademisi, serta pelaku wisata menilai pariwisata Indonesia belum ada apa-apanya. Dibandingkan dengan kemajuan industri pariwisata negara tetangga, Indonesia jauh ketinggalan.

Menurut Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada yang juga pakar pariwisata, Prof Dr Wiendu Nuryantie, ada tiga parameter penting untuk mengukur kinerja pariwisata, yaitu jumlah kunjungan wisman dan wisnus, lama tinggal, dan jumlah pembelanjaan wisatawan. "Jika dua dari tiga parameter itu menunjukkan kenaikan, itu keberhasilan dari upaya marketing. Namun, rendahnya pembelanjaan wisman, menandakan rendahnya kualitas destinasi," tandasnya.

Wakil Ketua Umum Asita Pusat, Asnawi Bahar meragukan keberhasilan dari pencapaian target kunjungan wisman tahun 2009 yang 6,4 juta wisman. "Angka sebanyak itu dari mana? Coba hitung seat pesawat terbang dari dan ke luar negeri, tak sampai sebanyak itu satu tahun. Lalu, data di imigrasi kan tidak pernah ada mana yang betul-betul turis mancanegara, pekerja, dan mana yang tidak. Mungkin saja orang Indonesia pulang wisata dari luar negeri dikatakan sebagai turis mancanegara masuk ke Indonesia," katanya.

Lektor Kepala dalam Bidang Ekoturisme di IPB, Dr Ir Ricky Avenzora MSc, mengatakan statistik turis sebesar 6 jutaan orang tersebut tidak bisa diterima, sejalan dengan buruknya dinamika administrasi pemerintahan dan karena adanya dinamika penipuan tujuan perjalanan mereka ke Indonesia.

"Sangat banyak pekerja gelap asing di Indonesia yang masuk ke Indonesia dengan visa turis (yang secara sembrono memang telah dimudahkan oleh peraturan Indonesia). Buruknya sistem administrasi menjadikan statistik turis amburadul, sulit kita percaya," ujarnya.

Jika mau jujur, atas adanya dinamika penipuan tujuan kedatangan dan dinamika double counting dalam pengadministrasian angka statistik, maka angka tersebut kiranya patut dikoreksi sebesar 20 persen.

Tentang target 7 juta kedatangan wisman tahun 2010, menurut Ricky, karena adanya kekerdilan mental birokrat yang takut kehilangan jabatan, jumlah target tak mampu dilipatgandakan.

Wiendu mengungkapkan, Malaysia tahun 2009 bisa mendatangkan wisatawan mancanegara 22 juta, Singapura 10,5 juta, dan Thailand 14 juta. Sementara Indonesia cuma 6,4 juta (dan data itu masih diragukan).

"Kita selalu mengatakan Indonesia sangat kaya dengan potensi pariwisata, tapi dibanding kunjungan wisman di negara tetangga (pesaing), potensi Indonesia itu belum ada apa-apanya. Kita belum mampu mengolah potensi itu menjadi sebuah destinasi. Artinya, keterpaduan akses, atraksi, sarana-prasarana, fasilitas pendukung, akomodasi, sumberdaya manusia dan citra atau image, belum optimal," papar Wiendu Nuryantie, ketua panitia World Conference on Culture, Education and Science (Wisdom) 2010, yang akan berlangsung di Yogyakarta, 8-11 November mendatang.

Menurut Asnawi Bahar, destinasi kita terkendala infrastruktur. Untuk mencapai suatu tujuan wisata, akses ke sana lebih dari tiga jam. Di luar negeri, idealnya jarak tempuh 2 jam. Kemudian promosi, masih jauh dari harapan. Promosi yang dilakukan Indonesia tidak berkelanjutan dan tidak jangka panjang.

"Malaysia mampu gaet banyak wisman dari Timur Tengah. Di Mekkah banyak baliho besar promosi pariwisata Indonesia, sedang Indonesia tidak berpromosi di Timur Tengah. Padahal, sebagai negara Islam terbesar, Indonesia bisa menarik lebih banyak wisman dari Timur Tengah. Kita kalah dengan Malaysia dalam hal promosi," paparnya.

Ricky Avenzora menegaskan, dalam perspektif politik wisata, maka harus dikatakan bahwa tourism political bargaining Indonesia terus merosot tajam dan hampir mencapai titik nadir terendahnya. Berbagai kelemahan yang dimiliki pengambil keputusan dan kebijakan kepariwisataan Indonesia dalam masa reformasi, telah menghasilkan program-program dan tindakan kepariwisataan yang sangat artifisial dan sangat berbahaya dalam banyak bidang.

"Dalam lingkup internasional, meskipun belum resmi, agregasio dari kuota length of stay pariwisata Indonesia di pasar pariwisata internasional cenderung menurun dari 21 hari menjadi 14 hari. Sedangkan pada lingkup nasional, maka sangat jelas bahwa politikus dan pengambil kebijakan untuk pariwisata Indonesia, sama sekali tidak menyadari adanya ancaman politik pariwisata yang terstruktur dan sistematis dari berbagai negara tetangga," paparnya.

Sebagai contoh rendahnya political bargaining, coba amati berbagai inflight film yang disediakan PT Garuda Indonesia di pesawat GA yang terbang ke luar negeri. Carilah film yang ada tentang Indonesia dalam daftar inflight film mereka. "Coba tanyakan pada pihak Garuda tentang siapa dan di mana keputusan untuk memilih dan membeli inflight film tersebut dilakukan. Inflight film Garuda ditentukan di Malaysia," katanya.

Destinasi Baru

Asnawi Bahar yang juga Ketua Asita Sumatera Barat menjelaskan, pariwisata Indonesia kurang berkembang karena pemerintah kurang mengoptimalkan dan mengembangkan destinasi baru. Pemerintah selalu memberikan fokus ke Bali. Sehingga yang terjadi belakangan ini adalah penumpukan di Bali. "Hotel dekati titik jenuh. Bandara walau dikembangkan, tidak menjawab persoalan. Sementara destinasi lain kurang mendapat perhatian," katanya.

Wiendu menjelaskan, kunjungan wisman di Malaysia, Singapura, dan Thailand, bahkan Filipina meningkat pesat karena mereka menciptakan destinasi-destinasi baru, seperti Universal Studio di Singapura, yang menambah kunjungan 2,5 juta wisman dan 1 juta di antaranya orang Indonesia. Malaysia punya The Eye of Malaysia.

"Tanpa produk baru, kita akan mengalami product fatique, keletihan produk, jadi susah mendongkrak wisman. Jadi selain promosi terus digenjot, yang lebih penting adalah pembangunan kualitas destinasi," katanya.

Ricky melukiskan, yang terjadi saat ini bukan pembangunan destinasi, tapi merusak potensi destinasi yang ada karena salah sentuh dalam perencanaan. "Contoh, coba amati gerbang kota yang membatasi Bandara Soekarno-Hatta dengan Kota Jakarta. Apakah masyarakat Betawi tidak mempunyai identitas sehingga gerbang kota tersebut harus dibuat dengan mengambil identitas masyarakat Bali? Apakah Jakarta, sebagai ibukota Negara tidak mempunyai identitas sendiri? Atas hal itu, maka menjadi tidak salah jika banyak orang luar yang lebih mengenal Bali daripada Indonesia," katanya.

Menbudpar Jero Wacik, dalam Peluncuran Visit Banda Aceh Year 2011, menjawab kenapa Bali yang selalu dapat prioritas. "Bali terkenal di dunia bukan karena Manteri Kebudayaan dan Pariwisatanya orang Bali. Akan tetapi, karena Bali itu sendiri. Saya jarang mempromosikan Bali, Bali mempromosikan dirinya sendiri," tegasnya.

Menurut wisman, lanjut Wacik, Bali menjadi destinasi unggul, karena lima kriteria, yaitu kekuatan alam, budaya, manusia yang welcome, makanan, dan value. "Jika ingin suatu daerah memiliki destinasi unggul, penuhi kelima kriteria itu," tambahnya.

Wacik berlomba-lomba ajak gubernur dan bupati/wali kota menciptakan destinasi unggulan di daerahnya masing-masing.

Akan tetapi, tanpa adanya fokus program dan terintegrasikan program pendukung dari kementerian lain, maka pembangunan destinasi baru yang diharapkan, menurut Wakil Ketua Umum Asita Pusat Asnawi Bahar, tak akan mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Atase Pariwisata

Lima tahun belakangan ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak Duta Besar RI yang menjadikan jumlah wisatawan ke Indonesia sebagai indikator keberhasilan tugas diplomatiknya di luar negeri.

Menurut Ricky Avenzora, di satu sisi hal tersebut adalah memang bisa menjadi indikator tentang pentingnya pariwisata bagi Indonesia, tapi di sisi lain hal tersebut menjadi kecenderungan yang sangat berbahaya bagi politik luar negeri Indonesia yaitu karena tupoksi diplomatik dubes tentunya bukan hanya peningkatan wisatawan.

"Hingga saat ini pun belum satu pun Kedutaan Besar Indonesia di luar negeri yang dilengkapi dengan struktur Atase Pariwisata, sehingga tugas tersebut diemban oleh atase lain dan cenderung menjadikan mereka over duties dan tidak fokus pada tupoksi utama mereka," katanya.

Asnawi Bahar juga mengungkapkan hal senada, perlunya di setiap negara yang jadi sasaran pariwisata Indonesia, di Kedutaan Besar atau di Konsulat Jenderal RI ada atase pariwisata, yang khusus mengurus promosi dan sebagainya tentang pariwisata Indonesia. "Di banyak Kedutaan Besar dan KJRI, selain atase pariwisata belum punya, bahan promosi pariwisata pun tak ada. Kalau pun ada hanya Bali," katanya.

Sumber : kompas.com 19 Oktober 2010

Selasa, 12 Oktober 2010

Info Pendidikan


Pendidikan Karakter Ditularkan dengan Keteladanan

Dalam nilai-nilai kearifan lokal terutama Budaya Jawa, pendidikan karakter lebih efektif ditularkan kepada siswa dengan keteladanan. Sebab, keteladanan tidak selalu dari atas ke bawah, karena bisa dari samping atau dari bawah ke atas.

Hal itu disampaikan Pakar Pendidikan dari Majelis Taman Siswa Yogyakarta Prof Dr Ki Supriyoko MPd dalam Seminar Nasional Pendidikan Karakter ala Jawa di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sabtu (9/10).

Dia mengatakan, pada dasarnya karakter dapat diubah, dibentuk, dan dikembangkan seperti halnya keterampilan. Karena itu, menjadi suatu hal yang realistik untuk mengembangkan karakter generasi muda, terutama dengan nilai-nilai kearifan lokal.

’’Kita dapat meneladani karakter tokoh-tokoh pewayangan atau pahlawan lokal, seperti Prabu Puntadewa yang terkenal dengan sifat jujur dan ikhlas, kemudian Antasena yang terbuka, sakti, dan konsekuen, atau Sunan Kalijaga yang pandai memanfaatkan kesenian dan budaya lokal untuk mengajarkan kebaikan bagi masyarakat,’’ tuturnya.

Pembangunan karakter dalam budaya Jawa juga mengajarkan tentang manembah atau beriman dan bertakwa kepada Tuhan, masrawung atau bersosialisasi kepada sesama manusia, serta makarya atau bekerja untuk meraih prestasi. Tiga hal itu sangat diperlukan untuk mencapai tujuan hidup.

Paling Riil

Yang terpenting pembangunan dan pembentukan karakter harus ditularkan kepada siswa dengan keteladanan yang merupakan perilaku paling riil di masyarakat.

’’Memang mencari sosok teladan di era globalisasi sulit, tapi tetap perlu dilakukan, karena generasi muda juga menuntut keteladanan aktual dan kontekstual yang relevan dengan kemajuan zaman,’’ tandasnya.
Seminar bertema ’’Membangun Karakter Generasi dengan Nilai-Nilai Kearifan Lokal’’ ini dimoderatori Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Sucipto Hadi Purnomo, dengan pembicara lain Drs BRM Bambang Irawan MSi dari Keraton Solo dan Kajur Bahasa dan Sastra Jawa Unnes Drs Agus Yuwono MSi.

Agus mengemukakan, dalam menyampaikan pendidikan karakter kepada siswa harus memperhatikan prinsip perkembangan, yaitu secara berkelanjutan, pengintegrasian melalui semua mapel, pengembangan diri dan budaya sekolah, serta nilai-nilai yang tidak diajarkan tapi dikembangkan.

’’Pengintegrasian itu dapat dilakukan dengan mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar pada standar isi untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum sudah tercakup di dalamnya.

Suara Merdeka, 11 Oktober 2010

Rabu, 25 Agustus 2010

Politik

Kecewa pada Pemerintah, Belasan Purnawirawan Jenderal Datangi Taufiq Kiemas






Prihatin dengan suasana kebangsaan, para mantan petinggi militer yang tergabung dalam Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri mendatangi pimpinan MPR di Senayan, Jakarta (25/8).

Ketua MPR Taufiq Kiemas dan wakilnya, Melani Leimena Suharli, menemui sendiri 17 orang purnawirawan yang diketuai Jenderal (Purn) Try Sutrisno di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (25/8).

Sekjen Forum, Letjen (Purn) Syaiful Sulun, dalam pertemuan itu menyatakan kalau para purnawirawan berpendapat bahwa selama 65 tahun Indonesia merdeka, rakyat bangsa ini belum menikmati arti kemerdekaan sesungguhnya.

"Rakyat semakin menderita, semakin miskin dan semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Jumlah orang miskin semakin besar, angka pengangguran terus bertambah, sementara para pemimpin kurang amanah, tidak hiraukan nasib rakyat, bahkan bergeming ketika kedaulatana negara diinjak bangsa lain," ujar Syaiful dalam pernyataan yang diserahkan kepada MPR.

Para purnawirawan menilai pemerintahan SBY-Boediono amat lamban dan peragu. Koalisi partai-partai politik pendukung pemerintah yang dibangun bukan untuk stabilitas tapi sekadar menjaga harmoni dan menghindari konflik.

Menurut mereka, yang menjadi penyebab semua persoalan di atas adalah para pemimpin negeri ini sudah jauh dari gambaran tentang kemerdekaan yang diamanatkan UUD 45. Pemerintah juga mengkhianati founding fathers yang menghendaki negara RI dibangun di atas dasar paham Pancasila, bukan liberalisme, komunisme dan bukan pula paham agama.

Mereka juga berpendapat, euforia reformasi telah menjungkirbalikkan pemahaman dan keadaaan Pancasila sehingga Pancasila tak dianggap lagi sebagai ideologi yang mampu menjawab tantangan masa depan, bahkan dinilai usang dan kuno.

Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri terdiri dari Dewan Harian Nasional 45, Legiun Veteran RI, Persatuan Purnawirawan ABRI, Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat, Barisan Nasional, Gerakan Jalan Lurus, Paguyuban Mantan Anggota DPR-RI, Yayasan Jati Diri Bangsa dan Nusantara Institute.

Sumber : rakyatmerdeka.co.id / 25 Agustus 2010

Info Olahraga

Bantuan Menpora Hanya untuk Cabang Prestasi



Perenang Indonesia, Glenn Victor Sutanto (kiri), mendapatkan ucapan selamat dari perenang Singapura, Rainer, dalam final nomor 100 meter gaya punggung putra SEA Games XXV di kompleks Stadion Nasional, Vientiane, Laos, Sabtu (12/12). Glenn meraih emas dengan catatan waktu 56,42 detik.

JAKARTA, Kompas.com — Asisten Deputi (Asdep) Pembina Prestasi Olahraga Menpora, Marhot Harahap, menegaskan, Menteri Pemuda dan Olahraga siap membantu semua cabang berprestasi menggelar kejurnas maupun mengirim atletnya menuju event internasional.

"Bantuan pada cabang berprestasi itu saat menggelar kejurnas maupun pengiriman atletnya menuju event internasional tidak bisa disamaratakan, namun disesuaikan dengan prestasi yang dimiliki atletnya menuju event internasional," tegas Marhot kepada Antara di Jakarta, Selasa (24/8/2010).

Marhot mencontohkan, bantuan pada cabang bulu tangkis (PB PBSI) dan tenis (PB Pelti), misalnya, tidak bisa disamakan dengan PB Perwosi saat menggelar event nasional. Semua itu dipantau dari kelanjutan atlet menuju prestasi puncak yang memiiki jenjang SEA Games, Asian Games, hingga ke Olimpiade.

Ia mengakui, sebelumnya Menpora memberikan bantuan merata pada semua cabang olahraga. Namun setelah dipantau lebih jauh lagi, maka sangat disayangkan bila bantuan itu tidak memiliki jenjang prestasi di tingkat internasional.

Dikatakannya, selama ini kantor Menpora menerima berbagai pengajuan proposal terhadap cabang yang ingin mendapatkan bantuan dana penyelenggaraan kejurnas maupun pengiriman atlet berprestasi tampil di event internasional.

Namun sekarang ini tegasnya, harus diteliti lebih jeli lagi agar dana yang dikeluarkan oleh kantor Menpora tepat guna dalam memajukan prestasi atlet nasional. Apalagi saat menerjunkan atlet pemula tampil di event internasional akan mendapat perhatian serius .

Dengan harapan pembibitan dan pembinaan atlet berjalan berkesinambungan untuk menggapai prestasi puncak hingga menuju Olimpiade. Seperti halnya pengiriman atlet remaja usia 14-18 tahun di Youth Olympic Games di Singapura 14-26 Agustus.

Namun, sangat disayangkan 14 atlet dari tujuh cabang olahraga belum mampu menyuguhkan prestasi terbaiknya. Kontingen Indonesia meraih medali perunggu melalui cabang angkat besi yang diraih Dewi Safitri.

Memantau hasil Olimpiade remaja di Singapura, katanya, dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pembibitan dan pembinaan olahraga di Tanah Air. Dengan pembinaan yang matang mulai usia dini tidak menutup kemungkinan atlet Indonesia dapat bersaing dengan atlet Thailand dan Malaysia yang kini mulai meninggalkan posisi Indonesia di kategori remaja.

Hasil yang diraih kontingen Indonesia dengan satu medali perunggu, jelas Marhot, merupakan suatu ancaman ke depan, baik ditingkat SEA Games, Asian Games, maupun Olimpiade. Kondisi seperti itu harus menjadi catatan berharga bagi pembinaan atlet nasional untuk menggapai prestasi puncak di masa mendatang.

Kompas. com, 24 Agustus 2010

Senin, 16 Agustus 2010

UTANG LUAR NEGERI
Inilah Efek Negatif yang Timbul Sejak SBY Berkuasa



Sejak SBY berkuasa, kondisi utang pemerintah yang terlalu besar menimbulkan efek negatif terhadap anggaran negara. Wajar masalah kemiskinan dan pengangguran tidak bisa diselesaikan, karena pengeluaran negara terlalu besar untuk mensubsidi negara-negara kaya.

Menurut Komite Anti Uang (KAU) antara 2005 sampai 2009, beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang pemerintah dalam APBN tercatat mencapai Rp 879,22 triliun. Dalam APBN tahun 2010, pembayaran utang direncanakan mencapai Rp 237 triliun, atau 30,3 persen dari total belanja pemerintah pusat yang berjumlah Rp 781 triliun.

”Beban pembayaran utang merupakan masalah besar yang disembunyikan pemerintah selama ini,” tulis Ketua KAU Dani Setiawan dalam rilis yang dikirimkan ke Rakyat Merdeka Online.

Dia menambahkan, meski penarikan utang baru terus dilakukan setiap tahun, tetapi penyerapan utang selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Hingga semester pertama 2010, Pemerintah mencatat terdapat 12 miliar dolar AS pinjaman belum dicairkan dari total komitmen Pinjaman Luar Negeri (PLN) di 2010 sebesar 206 miliar dolar AS atau 5,8 persen.

”Masih besarnya jumlah utang yang belum dicairkan, menimbulkan konsekwensi beban anggaran yang besar. Yaitu pembayaran commitment fee yang terus-menerus dibayar setiap tahun,” ujarnya lagi.

Hasil Audit BPK tahun 2008 juga menunjukkan hal serupa. Sejumlah proyek yang didanai utang luar negeri senilai Rp 438,47 triliun tidak dapat berjalan optimal karena lemahnya perencanaan, koordinasi, dan monitoring. Akibatnya, pemerintah harus menyediakan biaya commitment fee Rp 2,02 triliun yang diakibatkan keterlambatan program.

Beban tambahan Rp 2,02 triliun berupa biaya komitmen dan eskalasi, demikian Dani, didapat atas audit BPK terhadap 66 perjanjian utang luar negeri senilai Rp 45,29 triliun.

Sumber : RM Online.com 16 Agustus 2010

Senin, 09 Agustus 2010

Jadwal Kunker Komisi

Jadwal Kunker Ke Sulbar

12-14 Agustus 2010

1. Tgl 12 Agustus 2010 :

Pertemuan dengan Gubernur Sulbar, Muspida, dan Jajaran Pemda Sulbar.

2. Tgl 13 Agustus 2010

- Peninjauan Sekolah SD, SMP, SMA / SMK ( masing-masing satu sekolah dan tidak ada pertemuan ) : Diatur Dinas Pendidikan Prov. Sulbar.

- Pertemuan dengan Kadinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata, PHRI, ASITA, PUTERI, Konida, PENGDA, KNPI Prov. Sulbar. ( Diatur Protokol Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Sulbar ).

3. Tgl 14 Agustus 2010

- Peninjauan Obyek Wisata :

1. Lombang-lombang

2. Gentungan

3. Dll

( Diatur Protokol Pemda Prov. Sulbar )

- Pertemuan dengan Kepala Arsip dan Perpustakaan Prov. Sulbar

Kamis, 05 Agustus 2010

Eko : Persiapan Asian Games Singkat


Lifter nasional Eko Yuli Irawan mengaku, persiapan menuju Asian Games XVIII di Guangzhou, November 2010, cukup singkat dibanding saat mempersiapkan diri turun di SEA Games XXV Laos tahun 2009.


"Persiapan panjang hasilnya lebih bagus dibanding hanya sebentar saja. Semua itu saya alami ketika dipersiapkan keberbagai event internasional. Apalagi persipan menuju kejuaraan dunia atau Olimpiade," papar Eko di Jakarta, Kamis (5/8/10).

Eko berharap, persiapan atlet menuju SEA Games XXVI di Jakarta tahun 2011 seharusnya sudah dimulai. Dengan harapan tim angkat besi nasional dapat mengukir juara umum saat multi event ASEAN digelar di Indonesia.

Menurutnya, atlet yang dipersiapkan ke SEA Games XXVI Jakarta seyognya sudah bergabung dengan atlet yang dipromosikan ke Asian Games XVI Guangzhou, November 2010. Dengan begitu persaingan di pelatnas bertambah ketat, apalagi diterapkan sistem promosi degradasi (Prodeg).

Eko mengakui, saat ini berlatih di Jakarta hingga turun di kejuaraan dunia di Turki 18-30 September mendatang bersama Niluh Shinta dan Lisa Rumbewas. Sedang Yadi Setiadi, Dwi Oktariani, dan Betty berlatih di Lampung. Begitu juga dengan Triyatno berlatih di Kaltim.

Meski para atlet tim Asian Games XVI berlatih di berbagai daerah katanya, namun pada intinya tercatat dalam Pelatnas Asian Games. Dengan begitu suplemen yang dibutuhkan atlet tetap terjaga setelah mendapat bantuan dari pemerintah. Begitu juga honor yang diterima setiap bulannya.

Bila atlet yang dipersiapkan ke SEA Games XXVI sudah melakukan latihan intensif di pelatnas, tentunya mereka juga akan memacu prestasi yang dimiliki setelah mendapat suplemen dan honor dari pemerintah.

Kondisi seperti itu belum ditemui di tahun 2010. Apalagi setelah Program Atlet Andalan (PAL) dari Mennegpora digantikan jaket menjadi Program Indonesia Emas (Prima), jadwal Pelatnas Asian Games XVI saja sempat tersendat, mulai April, yang seharusnya sudah dimulai Januari 2010.

Kompas.com, 5 Agustus 2010

Selasa, 03 Agustus 2010

Hanya 35% Sekolah Layak RSBI



Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Pusat Pelatihan Bahasa Universitas Negeri Semarang (PPB-Unnes), dari 172 sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK di Jateng hanya 35% sekolah yang layak berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

Sekolah yang tidak layak berstatus RSBI itu sebagian besar dinilai berdasarkan kurangnya kompetensi guru dalam menguasai Bahasa Inggris dan teknologi informasi (ICT).

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PPB-Unnes, Dr Abdurahman Faridi MPd saat menyampaikan materi dalam Seminar Nasional ”Improving Teachers Quality Through English” di Hotel Pandanaran, Sabtu lalu.

Di hadapan perwakilan guru dari sekolah yang berstatus RSBI dari 35 kabupaten/kota se-Jateng, dia mengatakan, ketidaklayakan sekolah menyandang status RSBI bukan hanya dinilai dari fasilitas yang kurang mendukung.

Melainkan yang terpenting adalah kemampuan guru/pengajar dalam menyampaikan materi dengan menggunakan bahasa Inggris. ”Karena itu, guru perlu meningkatkan kemampuannya dalam berbahasa Inggris dengan mengikuti pelatihan atau kursus di pusat/lembaga yang dimiliki PTN, yang mempunyai pendidikan bahasa Inggris. Sebab, akan diajarkan metode pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan,” ungkapnya.
Pendampingan Dalam pelatihannya tiga hingga enam bulan ini, guru mendapatkan materi secara bertahap. Antara lain bahasa Inggris umum, di mana guru dilatih dalam berbicara dan bertanya jawab dengan siswa hingga mengekspresikan monolog untuk mapel yang diajarkan.

Kemudian, English for Instructional Purpose (Bahasa Inggris untuk pembelajaran) juga diajarkan agar guru dapat menggunakan metode tersebut di masing-masing bidang studi.

Terakhir, Guided Teaching (kelas pendampingan) yang dilakukan di tahap akhir dengan memberikan pendampingan kepada guru oleh seorang konsultan.
Tujuannya untuk memantau pelafalan apa sudah benar, penggunaan gramatikal, pemilihan kata, dan metodologi penyampaian sesuai dengan saran.

Suara Merdeka,02 Agustus 2010

Senin, 26 Juli 2010

Info Pendidikan

1.618 Guru Tak Lulus Sertifikasi Portofolio



Sebanyak 1.618 guru di rayon 39 tidak lulus sertifikasi portofolio dari total 4.290 guru yang mendaftar. Persentase terbesar ketidaklulusan ini didominasi guru di bawah Kementerian Agama yang mencapai 90% dari total peserta.

Dari 809 yang mendaftar, 718 guru terpaksa harus menjalani Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), karena tak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Sedangkan guru di bawah Kementerian Pendidikan Nasional yang belum lolos sertifikasi portofolio mencapai 900 orang dari total peserta 3.481 guru atau sekitar 30% saja yang harus menjalani PLPG.

Ketua Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 39 Prof Sunandar mengungkapkan, banyaknya guru dari Kementerian Agama yang tidak lolos portofolio bisa disebabkan oleh minimnya dokumen-dokumen yang harus diserahkan, sehingga tidak mencapai nilai 850 poin.

”Kebanyakan merupakan guru-guru muda dan mereka belum memiliki cukup banyak kesempatan untuk mengikuti seminar atau workshop dan dokumen untuk mendukung performa penilaiannya,” jelas Prof Dr Sunandar MPd seusai perayaan Dies Natalis Ke-29 IKIP PGRI Semarang, Jumat (23/7).

Anggota Konsorsium Sertifikasi Guru Muhdi SH MHum menilai, kualitas guru melalui PLPG jauh lebih efektif, mengingat guru yang melalui PLPG mendapatkan tambahan ilmu dan pengetahuan selama sembilan hari. Melalui PLPG juga bisa meningkatkan kemampuan, karena mereka mendapat pelatihan khusus.

Muhdi berharap, PLPG bisa dilaksanakan selama 15-20 hari dari yang saat ini hanya sembilan hari saja supaya hasil pelatihan bisa lebih optimal merujuk pada kualitas output PLPG yang menunjukkan grafik peningkatan.

”Barangkali ke depan sertifikasi melalui PLPG ini bisa langsung diterapkan mengingat efektivitasnya. Setelah sertifikasi juga harus selalu dipantau dan dievaluasi secara berkelanjutan,” ungkap Muhdi yang juga Rektor IKIP PGRI Semarang ini.

Ia menambahkan, rayon 39 yang terdiri atas lima kabupaten, yakni Rembang, Pati, Jepara, Kudus, dan Demak relatif bagus proses sertifikasinya dibandingkan dengan daerah lain. Mulai Senin (26/7), PLPG sudah mulai berlangsung hingga September.

Suara Merdeka, 24 Juli 2010

Rabu, 30 Juni 2010

Info Olahraga

SEA GAMES XXVI/2011
Tim Gabungan Pantau Kesiapan Arena SEAG


Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Selasa (29/6), mengatakan, tim pemantau akan memastikan kesiapan arena-arena pertandingan atau venues untuk SEA Games XXVI 2011 pada minggu ini. Tim tersebut merupakan gabungan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia, pengurus besar olahraga, dan pemerintah provinsi.

”Tim gabungan itu turun di empat provinsi yang menjadi tempat penyelenggaraan SEA Games 2011. Rabu (30/6) ini tim turun ke Jakarta, Bandung, kemudian ke Jawa Tengah dan Sumatera Selatan,” ujar Wafid.

Menurut Wafid, tim gabungan tersebut turun ke empat provinsi itu untuk merespons pernyataan provinsi tuan rumah SEA Games XXVI sekaligus memastikan kesiapan tempat seperti yang diungkapkan pada rapat konsolidasi panitia penyelenggara SEA Games 2011 minggu lalu.

Pada rapat itu perwakilan keempat provinsi tersebut memastikan bahwa tempat-tempat pertandingan yang akan dipakai bertanding cabang-cabang olahraga yang sudah ditentukan sudah siap. ”Waktu itu perwakilan provinsi menyatakan beberapa hal. Ada tempat pertandingan yang siap dipergunakan dan hanya membutuhkan renovasi di beberapa hal. Juga ada tempat pertandingan yang baru siap 60-70 persen,” tutur Wafid.

Sementara, ujar Wafid, pemerintah menginginkan seluruh tempat pertandingan bagi 44 cabang olahraga yang dipertandingkan di SEA Games 2011 harus siap 100 persen.

Renovasi

Seperti diberitakan Kompas (23/6), tempat-tempat pertandingan untuk SEA Games XXVI ditargetkan siap pada Juni 2011. Ketua Pengembangan Olahraga Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Djoko Pramono saat itu mengatakan, dari empat provinsi penyelenggara, tiga di antaranya melakukan renovasi tempat-tempat pertandingan, sedangkan satu provinsi membangun baru tempat-tempat pertandingan, selain merenovasi.

”Kami akan memastikan pengerjaan renovasi tempat-tempat pertandingan, demikian juga pembangunannya,” ujar Wafid.

Wafid menyatakan, selain menurunkan tim pemantau, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga menunggu usulan dukungan pendanaan daerah untuk membantu membiayai renovasi ataupun penyiapan arena pertandingan. Diharapkan usulan dukungan dari empat provinsi tuan rumah SEA Games XXVI sudah diterima Kemenpora minggu ini.

Usulan dukungan anggaran daerah itu perlu dan sudah dibicarakan dalam rapat dengar pendapat di Komisi X DPR. ”Usulan dukungan dari daerah dipastikan akan mengurangi anggaran SEA Games 2011, yang saat ini dihitung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebesar Rp 3 trilun,” ujar Wafid.

Selain itu, kata Wafid, Kemenpora juga meminta dukungan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta Kementerian Pekerjaan Umum untuk mendukung penyelenggaraan ajang olahraga dua tahunan tersebut.

Kompas, 30 Juni 2010

Info Pendidikan

Amandemen UU Sisdiknas
Visi Pendidikan Harus Diperkuat



Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional harus segera direvisi karena beberapa pasalnya dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, undang-undang tersebut juga tidak sesuai dengan semangat mencerdaskan bangsa.

Demikian salah satu pokok persoalan yang mengemuka dalam Seminar Nasional Redinamisasi dan Revitalisasi Penyelenggaraan Pendidikan Swasta Pasca-Pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. Seminar tersebut berlangsung di Jakarta, Selasa (29/6), dan diselenggarakan Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Asosiasi BP PTSI).

Ketua Umum Asosiasi BP PTSI Thomas Suyatno mengatakan, pasal-pasal yang harus diamandemen, antara lain, yang menyangkut soal pembiayaan pendidikan, tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan, dan soal akreditasi pendidikan.

”Dalam soal pembiayaan pendidikan dasar, misalnya, harusnya pemerintah lebih berperan besar,” kata Thomas Suyatno.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dalam seminar tersebut mengatakan, masyarakat silakan mengadukan ke Mahkamah Konstitusi jika ada peraturan perundangan-undangan apa pun yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.

Tidak ”legowo”

Dalam seminar tersebut juga terungkap, pemerintah terkesan tidak legowo atau berlapang dada dengan dibatalkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Hal itu, antara lain, terkesan dengan disusunnya rancangan atau draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Perppu tersebut hingga kini tidak dibahas karena mengandung beberapa kelemahan. Selain itu, rancangan Perppu yang sudah bocor ke masyarakat juga dikhawatirkan bakal menimbulkan banyak penolakan. Pemerintah kemudian menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Thomas mengatakan, BP PTSI pada prinsipnya akan menolak jika penyelenggaraan pendidikan diseragamkan. ”Biarkan pendidikan berkembang sesuai dengan potensi dan kondisi masyarakat,” kata Thomas Suyatno.

BP PTSI juga akan menolak perundang-undangan pendidikan yang etatisme atau semuanya serba negara, serta peraturan yang menghilangkan sejarah keberadaan yayasan.

”Perguruan Taman Siswa, Muhamaddiyah, dan penyelenggaraan pendidikan lainnya yang berupaya mencerdaskan bangsa sudah ada sebelum Indonesia Merdeka. Semestinya, keberadaan mereka dihargai,” kata Thomas Suyatno.

Visi pendidikan

Mantan Menteri Pendidikan Nasional Daoed Joesoef mengatakan, perlu visi pendidikan yang jelas untuk membangun bangsa ini. Saat ini terkesan pemerintah tidak mempunyai visi pendidikan dan lebih parah lagi mengidentikkan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) sehingga terjadi berbagai kerancuan kebijakan.

Praktisi pendidikan Dharmaningtyas mengatakan, setelah dibatalkannya UU BHP, pemerintah merasa seperti wayang kehilangan penopang atau wayang kelangan gapite. Karena semula UU BHP itu diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk melakukan privatisasi pendidikan, terutama bagi Perguraun Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN).

Selain itu, UU BHP juga menjadi landasan pelepasan tanggung jawab pendanaan pada sekolah-sekolah, terutama sekolah dan perguruan tinggi swasta.

”Barangkali karena keinginan untuk tetap menghidupkan roh UU BHP itulah yang membuat pemerintah terus berupaya mencari legitimasi demi tersusunnya perundang-undangan baru sebagai pengganti UU BHP,” ujarnya.

Kompas, 30 Juni 2010

Selasa, 29 Juni 2010

Info Olahraga

POLITIK OLAHRAGA
Presiden Ghana Memotivasi Para Pemain


Presiden Ghana John Atta Millis ternyata langsung menemui dan memberikan dukungan langsung kepada para pemain sebelum mereka menundukkan kesebelasan Amerika Serikat.

Seperti telah diketahui, Ghana, Sabtu (26/6) lalu di Stadion Royal Bafokeng, Rustenburg, Afrika Selatan, mampu mengalahkan tim Paman Sam dalam babak kedua, dengan skor 2-1 (1-1).

Dengan hasil tersebut, untuk pertama kalinya Ghana mampu menembus babak perempat final Piala Dunia.

Ghana juga menjadi satu-satunya tim dari Benua Afrika, yang mampu lolos ke babak kedua. Piala Dunia kali ini juga merupakan yang pertama yang digelar di ”Benua Hitam”.

Turunnya Presiden Ghana untuk langsung memberikan semangat kepada John Mensah dan kawan-kawannya tersebut, sebelum mereka bertarung melawan tim Amerika Serikat, sangat berharga.

”Millis, saat itu, langsung masuk ke kamar ganti dan berbicara kepada para pemain berikut tim pelatih Ghana,” ungkap Fred Pappoe yang merupakan Wakil Presiden Asosiasi Sepak Bola Ghana kepada kantor berita Reuters.

”Setelah menyampaikan pesan-pesannya, Millis juga memimpin kami untuk berdoa bersama. Jelas kehadiran Presiden di ruang ganti tersebut membuat semuanya jauh lebih berarti, baik bagi pemain maupun untuk tim secara keseluruhan,” kata Pappoe yang mendampingi tim dengan arsitek Milovan Rajevac dari Serbia itu.

”Kami juga terus berdoa sebelum pertandingan tersebut. Mulai dari hotel hingga di dalam bus, saat menuju ke stadion. Bahkan ketika kami berada di pit, sebelum dan setelah pertandingan berakhir,” kata Pappoe.

”Doa itu terus kami panjatkan, tanpa peduli apa pun hasil pertandingannya nanti,” lanjutnya.

Dukungan moral

Selain doa tersebut, menurut Pappoe, dengan kehadiran Presiden mereka di Stadion Royal Bafokeng, yang duduk bersama Presiden FIFA Sepp Blatter di tribune kehormatan, juga mempunyai arti tersendiri. Kami merasa bangga ditonton langsung Presiden dari tribune VIP.

Setelah berhasil lolos ke babak perempat final, para pemain Ghana sekarang juga merasa telah menjadi wakil dari Benua Afrika.

”Tentu ini sangat berarti, sekaligus menjadi tekanan tersendiri bagi tim kami. Sekalipun, kami sudah sepakat bahwa anak-anak tetap harus mampu memberikan permainan terbaik mereka,” katanya.

Pada babak perempat final nanti Ghana bakal berhadapan dengan kesebelasan Uruguay. Tim asuhan Oscar Tabarez lolos setelah mengalahkan Korea Selatan 2-1.

Info Olahraga

ANALISIS
Invasi Pemain Asing Ikut Andil atas Jebloknya Prestasi Tim Inggris


Seusai menandatangani kontrak dengan Manchester City, bek asal Kroasia, Vedran Corluka, berkata bahwa ia sangat bangga. ”Setiap anak di Kroasia bermimpi bermain di Liga Primer dan mimpi saya menjadi kenyataan. Saya datang ke tim yang sangat besar, Manchester City,” kata Corluka.

Benarkah demikian? Benarkah setiap anak di negara-negara seperti Kroasia, Brasil, Argentina, Perancis, Spanyol, Kamerun, Nigeria, dan Pantai Gading memang bangga dan bermimpi ingin bermain di Anfield, Old Trafford, atau Stamford Bridge?

Jawaban sejujurnya, takutnya, seperti apa yang diberikan oleh seorang penjahat terkenal Amerika Serikat, Willie Sutton. Saat ia ditanya mengapa ia merampok bank, Willie menjawab: ”Karena di situlah uang berada.”

Liga Primer Inggris, seperti yang telah dikenal saat ini, disebut sebagai kompetisi terbaik di dunia. Ini adalah kompetisi yang paling banyak menghasilkan uang dan sejumlah klub terkaya dunia berasal dari Inggris.

Siapa tak kenal Manchester United, Chelsea, Arsenal, atau Liverpool? Pendapatan semusim klub-klub Liga Inggris itu pada musim 2008/2009 saja mencapai 1,981 miliar poundsterling (sekitar Rp 26,2 triliun).

Namun, dengan kompetisi yang begitu rapi, prestasi klub yang mengilap, duit yang melimpah, mengapa tim nasional Inggris hancur lebur saat tampil di turnamen besar? Mengapa tim ”Three Lions” dipermalukan di Afrika Selatan?

Di luar masalah tekanan, mental, faktor keberuntungan, kelelahan pemain karena ketatnya jadwal kompetisi, dan kesalahan taktik, salah satu penyebab yang sering disebut adalah dominasi pemain asing di Liga Primer.

Pemain asing berlomba-lomba ke Liga Inggris karena iming- iming ketenaran dan gaji tinggi. Michael Ballack bergaji lebih dari 100.000 poundsterling (Rp 1,3 miliar) per pekan. Bahkan, Lucas Neill, ya Lucas Neill asal Australia, pernah digaji hingga 70.000 poundsterling (hampir Rp 1 miliar) per pekan.

Pemain-pemain asing, seperti Corluka, kini menguasai lebih dari 50 persen starter di klub-klub ternama Inggris. Bahkan, Arsenal yang diasuh pelatih asal Perancis, Arsene Wenger, sering menurunkan tim tanpa satu pemain Inggris pun pada sebuah laga.

Direktur Pengembangan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) Sir Trevor Brooking menuding serbuan pemain asing ke Liga Primer menjadi penyebab suramnya persepakbolaan Inggris. Pemain impor dituduh menyebabkan minimnya talenta pada sejumlah posisi kunci di tim nasional Inggris.

”Tim nasional dalam ancaman, fakta menunjukkan hal itu. Saya kira Anda tak bisa meremehkannya, ini harus jadi keprihatinan bersama,” kata Brooking, seperti dikutip BBC.

Berdasar riset BBC tahun 2007, saat Liga Primer pertama kali dimulai tahun 1992, sebanyak 76 persen pemain yang menjadi starter pada pekan pertama kompetisi berasal dari Inggris. Setelah 15 tahun, hanya 37 persen pemain Inggris yang menjadi starter.

Pada tahun 1992 hanya sekitar 10 persen (23 pemain) berasal dari luar Inggris Raya. Sementara pada 2007 meningkat hingga 56 persen (123 pemain). Brooking, yang juga mantan pemain tim nasional Inggris, menambahkan, membanjirnya pemain asing membuat bakat muda lokal jarang tampil di tim utama. Dampak lanjutnya adalah Inggris kesulitan untuk berbuat banyak pada turnamen besar karena keterbatasan bakat.

Hal itu tidak terbantu dengan kebijakan klub-klub Inggris yang terus membelanjakan uang untuk pembelian pemain. Berdasarkan laporan lembaga keuangan Deloitte, belanja klub Inggris untuk pemain asing terus melonjak. Tahun 2007, klub Inggris membelanjakan sekitar 531 juta pound (sekitar Rp 10 triliun), lebih dari setengah dinikmati klub-klub non-Inggris.

”Apakah dengan semua pembelian itu pemain muda usia 17 hingga 21 tahun akan mendapat kesempatan bermain?” tanya Brooking.

Permasalahan kian besar karena klub-klub papan atas, seperti MU dan Arsenal, mengisi akademi mereka dengan pemain-pemain muda dari seluruh penjuru dunia, bukan mengutamakan pembinaan pemain muda Inggris. Kewajiban untuk mengembangkan pemain muda berganti menjadi keinginan instan untuk berinvestasi pada produk asing yang hampir atau sudah jadi.

Ada fakta menarik sebenarnya mengenai kesuksesan klub-klub Inggris dengan mengandalkan pemain asing. Seperti disebutkan Mail Online, selama 15 tahun sebelum era Premiership, saat pemain Inggris masih merajai, klub Inggris merebut Piala Champions, kini Liga Champions, enam kali. Namun, dalam 20 tahun era Premiership yang didominasi pemain asing, Inggris hanya berhasil memenangi Liga Champions tiga kali.

Masalah yang hampir sama dihadapi Italia. Selepas kekalahan dari Slowakia yang membuat mereka tersingkir dari Afrika Selatan, kapten ”Azzurri”, Fabio Cannavaro, menyebut persepakbolaan Italia saat ini gagal memproduksi pemain-pemain sekaliber generasi tahun 2006.

”Saya pikir tidak ada banyak perubahan yang bisa kita lakukan. Saat ini, Italia tidak menghasilkan pemain seperti generasi saya saat kami memiliki banyak pemain hebat,” kata Cannavaro dikutip Reuters. ”Ini tidak hanya masalah tim nasional. Ini juga masalah klub. Kami memiliki pemain bagus, tetapi bukan pemain top.”

Sejak lama Italia diserbu pemain asing dan Cannavaro mengeluhkan hal itu menyebabkan mandeknya pembinaan oleh klub, terutama klub-klub papan atas, seperti Inter Milan, AC Milan, dan Juventus. Inter memang merebut treble musim lalu, tetapi tidak ada pemain pilarnya yang berkebangsaan Italia.

Presiden Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) Giancarlo Abete sepakat dengan Cannavaro dan percaya ada ”krisis struktural” di Italia. ”Banyak pemain Italia tidak berada dalam level internasional,” kata Abete menyesalkan fakta hanya ada 42 persen pemain Italia di Serie A. ”Uni Eropa dan UEFA harus menyadari apa problemnya karena jika kita gagal mengembangkan olahraga ini lebih baik, risiko tidak hanya satu atau dua federasi saja, tetapi seluruh Eropa.”