Senin, 16 Agustus 2010

UTANG LUAR NEGERI
Inilah Efek Negatif yang Timbul Sejak SBY Berkuasa



Sejak SBY berkuasa, kondisi utang pemerintah yang terlalu besar menimbulkan efek negatif terhadap anggaran negara. Wajar masalah kemiskinan dan pengangguran tidak bisa diselesaikan, karena pengeluaran negara terlalu besar untuk mensubsidi negara-negara kaya.

Menurut Komite Anti Uang (KAU) antara 2005 sampai 2009, beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang pemerintah dalam APBN tercatat mencapai Rp 879,22 triliun. Dalam APBN tahun 2010, pembayaran utang direncanakan mencapai Rp 237 triliun, atau 30,3 persen dari total belanja pemerintah pusat yang berjumlah Rp 781 triliun.

”Beban pembayaran utang merupakan masalah besar yang disembunyikan pemerintah selama ini,” tulis Ketua KAU Dani Setiawan dalam rilis yang dikirimkan ke Rakyat Merdeka Online.

Dia menambahkan, meski penarikan utang baru terus dilakukan setiap tahun, tetapi penyerapan utang selalu menjadi masalah yang belum terselesaikan.

Hingga semester pertama 2010, Pemerintah mencatat terdapat 12 miliar dolar AS pinjaman belum dicairkan dari total komitmen Pinjaman Luar Negeri (PLN) di 2010 sebesar 206 miliar dolar AS atau 5,8 persen.

”Masih besarnya jumlah utang yang belum dicairkan, menimbulkan konsekwensi beban anggaran yang besar. Yaitu pembayaran commitment fee yang terus-menerus dibayar setiap tahun,” ujarnya lagi.

Hasil Audit BPK tahun 2008 juga menunjukkan hal serupa. Sejumlah proyek yang didanai utang luar negeri senilai Rp 438,47 triliun tidak dapat berjalan optimal karena lemahnya perencanaan, koordinasi, dan monitoring. Akibatnya, pemerintah harus menyediakan biaya commitment fee Rp 2,02 triliun yang diakibatkan keterlambatan program.

Beban tambahan Rp 2,02 triliun berupa biaya komitmen dan eskalasi, demikian Dani, didapat atas audit BPK terhadap 66 perjanjian utang luar negeri senilai Rp 45,29 triliun.

Sumber : RM Online.com 16 Agustus 2010

Tidak ada komentar: