Selasa, 20 April 2010

Info Pendidikan

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Yayasan Tak Salah Kelola Pendidikan

Keberadaan sekolah dan perguruan tinggi swasta di bawah yayasan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Penyelenggaraan pendidikan swasta yang dilaksanakan yayasan itu tetap sah karena mengacu pada Undang-Undang Yayasan.
”Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sudah terbukti dapat mengatur dirinya sendiri. Tidak perlu diatur-atur. Yayasan sudah diatur dalam Undang-Undang Yayasan,” kata Harry Tjan Silalahi, penasihat Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPTSI). Ia mengatakan hal itu dalam rapat dengar pendapat APBTSI dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Senin (19/4).
Menurut Harry, ia paham jika perguruan tinggi negeri (PTN) butuh wadah badan hukum. Sebab, dengan struktur yang ada sekarang, fleksibilitas melakukan perbuatan hukum sulit,” ujar Harry.
Tidak vakum
R Djokopranoto, penasihat ABPTSI, mengatakan, dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi dinyatakan, yayasan tidak bisa langsung menyelenggarakan institusi pendidikan.
”Namun, dengan dibatalkannya undang-undang tersebut, bukan berarti terjadi kevakuman hukum bagi yayasan untuk menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi swasta,” ujarnya. Penyelenggara pendidikan swasta yang sudah menyesuaikan anggaran dasarnya dengan UU Yayasan bisa menyelenggarakan pendidikan.
Djokopranoto mengatakan, ada pemahaman atau cara pembacaan yang keliru tentang UU Nomor 16 Tahun 2001 jo UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan sehingga menimbulkan salah persepsi. Yayasan yang kegiatannya di bidang pendidikan adalah badan hukum yang mempunyai landasan yang kuat dan sah untuk melakukan kegiatan di bidang pendidikan sehingga tidak diperlukan lagi payung hukum lain.
Thomas Suyatno, Ketua Umum ABPTSI, mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus untuk membantu pembinaan sekolah dan perguruan tinggi swasta.
”Adapun soal tata kelola penyelenggaraan pendidikan swasta tidak perlu lagi diutak-atik,” kata Thomas Suyatno.
Menurut Suyatno, selama ini pemerintah lebih banyak mengambil peran sebagai pengawas untuk pendidikan swasta. Padahal, pemerintah pusat dan daerah mestinya lebih banyak berperan dalam membantu pendanaan, meningkatkan mutu guru dan dosen, serta mendorong penelitian.
Jika pemerintah tetap menganggap perlu membuat payung hukum baru bagi pengelolaan pendidikan, kata Thomas, semua peraturan perundangan yang akan diterbitkan harus tetap menjamin hak sejarah dan hak konstitusional berasaskan keberagaman, kebebasan, hak asasi, dan non-etatisme.
Keyakinan ABPTSI soal keabsahan yayasan pendidikan menyelenggarakan sekolah dan perguruan tinggi justru tidak sejalan dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTSI). Ketua Umum APTSI Suharyadi yang juga Rektor Universitas Mercubuana Jakarta saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X mengatakan, ada kebingungan pasca-batalnya UU Badan Hukum Pendidikan soal yayasan yang menyelenggarakan pendidikan. Karena itu, perlu payung hukum baru yang dapat memberikan kepastian hukum penyelenggaraan pendidikan tinggi swasta.
Ketua Komisi X DPR Mahyuddin mengatakan, DPR bersama pemerintah sedang mengkaji berbagai opsi payung hukum penyelenggaraan pendidikan. Komisi X membentuk panitia kerja tentang tata kelola perguruan tinggi.
Mahyuddin mengatakan, Komisi X akan memerhatikan masukan dari berbagai kalangan, antara lain dari tujuh PTN yang berstatus badan hukum milik negara (BHMN), penyelenggara pendidikan swasta, dan pihak yayasan, agar payung hukum baru lebih baik daripada UU BHP. Pengelolaan pendidikan tetap harus nirlaba merupakan kekuatan moral dan intelektual masyarakat.
Kompas, 20 April 2010

Tidak ada komentar: