Selasa, 29 Juni 2010

Info Pendidikan

Warga Takut ke Sekolah Favorit
Pemaksaan Dikhawatirkan Membuat Siswa Minder


Meskipun memperoleh prioritas, pelajar pemegang kartu menuju sejahtera tidak berminat mendaftar ke sekolah-sekolah favorit. Mereka umumnya khawatir tak mampu mengikuti proses pembelajaran lantaran tingginya kesenjangan ekonomi di antara murid.

Orangtua pendaftar penerimaan peserta didik baru kuota kartu menuju sejahtera (KMS), Murti Andri (36), mengaku takut mendaftar di sekolah favorit.

"Saya takut tidak bisa memberi fasilitas pendidikan untuk anak saya. Di sana, semuanya sudah bawa laptop dan handphone mahal yang tak mungkin bisa saya beli. Kalau dipaksakan, saya khawatir anak saya malah minder dan malas sekolah," ujarnya, Senin (28/6) di SMP Negeri 15 Yogyakarta.

Karena itu, meskipun nilai memenuhi syarat, Murti memilih tak memasukkan anaknya ke sekolah favorit. Pedagang soto dengan pemasukan Rp 15.000-Rp 20.000 per hari itu memilih memasukkan anaknya ke SMPN 15 meskipun jumlah pendaftar melebihi kuota.

Seperti mengonfirmasi ketakutan Murti, hari pertama pendaftaran PPDB kuota KMS, sekolah-sekolah yang dianggap favorit justru sepi peminat. Data sistem real time online menunjukkan, jumlah pelajar KMS yang mendaftar di sekolah-sekolah yang dianggap favorit kurang dari lima orang. Di SMPN 5 Yogyakarta, jumlah pendaftar hanya dua orang dari jumlah kuota KMS 26 kursi. Di SMPN 8 Yogyakarta, pendaftar empat orang dari jumlah kuota yang sama.

Adapun peminat di sejumlah SMP yang kurang difavoritkan justru melebihi daya tampung. Minat tertinggi terdapat di SMPN 15 Yogyakarta dengan jumlah mencapai 114 orang dari kuota KMS 100 kursi, diikuti SMPN 16 Yogyakarta dengan pendaftar mencapai 76 orang dari kuota KMS 64 kursi.

Hal sama terjadi di tingkat SMA/SMK. Di SMAN 3 Yogyakarta belum satu pun pelajar KMS mendaftar. Para pelajar KMS lebih banyak mendaftar di SMK dengan pertimbangan dapat langsung bekerja. "Tak mungkin saya dapat membiayai anak saya kuliah," kata Puji Suwarni (48).

Kurangi kuota

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Asrori mengatakan, pola ini juga terjadi tahun 2009. Karena itu, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta berupaya mengadakan perbaikan dengan mengurangi kuota KMS SMA dari 10 persen menjadi 5 persen serta menambah kuota KMS SMK dari 20 persen menjadi 25 persen pada tahun ini. Jumlah kuota tiap SMP dan SMA disesuaikan dengan keterserapan KMS tahun 2009.

"Kalau tahun lalu hanya sedikit yang daftar, tahun ini kuota dikurangi. Sebaliknya, kalau tahun lalu banyak pelajar KMS yang daftar, kuotanya ditambah. Kami harap nantinya ditemukan proporsi yang pas," tuturnya.

Menurut Budi, hasil evaluasi menunjukkan, sejumlah pelajar KMS tak naik kelas atau tertinggal mengikuti pelajaran. Akan tetapi, hal ini dianggap sebagai bagian proses perubahan kultur belajar pada masyarakat tak mampu.

Selama ini, pelajar tak mampu cenderung mempunyai prestasi kurang karena minimnya fasilitas belajar dan banyaknya waktu tersita untuk membantu perekonomian keluarga.

Kompas, 29 Juni 2010


Tidak ada komentar: