Kamis, 04 Februari 2010

Info Olahraga

Atlet Muda Diabaikan
Pemerintah Jangan Hanya Urusi Atlet Senior



Pemerintah dikritik sangat sibuk mengurusi atlet elite senior yang disiapkan berlaga di ajang multicabang internasional, tetapi lalai membantu pembinaan atlet yunior dan remaja. Akibatnya, fondasi olahraga nasional menjadi lemah dan atlet senior terancam tidak memiliki penerus.
Demikian rangkuman wawancara Kompas dengan petinggi Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) dan Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi, Angkat Berat, dan Binaraga Seluruh Indonesia (PB PABBSI), Rabu (3/2) di Jakarta.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PASI Budi Darma Sidi mengatakan, ada tiga kategori atlet elite di Indonesia, yakni elite senior, elite yunior, dan elite remaja. ”Semuanya perlu mendapat perhatian. Namun, sejauh ini pemerintah kelihatan hanya sibuk mengurusi elite senior,” ujar Budi.
Budi tidak mengabaikan pentingnya membina elite senior yang disiapkan untuk turun di ajang seperti SEA Games, Asian Games, bahkan mungkin olimpiade. Namun, dengan sumber daya yang melimpah, pemerintah sebenarnya memiliki kemampuan untuk tidak hanya mengurusi atlet elite senior.
”PB (pengurus organisasi cabang olahraga) tidak akan mampu mengurusi ketiga kelompok atlet elite itu. Bantuan pemerintah sangat diperlukan,” kata Budi di Stadion Madya, Jakarta.
Ia mengingatkan, kegagalan membina elite yunior dan remaja akan membuat fondasi olahraga nasional lemah. ”Begitu atlet senior pensiun, semuanya habis karena penerusnya tidak ada,” ujarnya.
Saat ini tidak hanya atlet yunior yang disediakan ajang khusus. Atlet remaja juga memiliki ajang yang khusus diperuntukkan bagi mereka. Bahkan wujudnya berupa multicabang.
Di level Asia, atlet remaja mempunyai Asian Youth Games yang diadakan pertama kali pada 2009. Mereka juga memiliki Olympic Youth I yang rencananya digelar di Singapura tahun ini. Kehadiran ajang semacam itu, menurut Budi, memberi dampak positif.
”Atlet termotivasi sejak remaja untuk berkompetisi melawan sesama atlet remaja dari negara lain. Jadi, mereka berkesempatan tampil tanpa perlu bersaing dengan atlet senior,” tutur Budi.
PPLP dan PPLM
Sekretaris Umum PB PABBSI Alamsyah Wijaya mengungkapkan, dua lifter peraih medali Olimpiade 2008, Eko Yuli Irawan dan Triyatno, menjalani pembinaan sejak delapan tahun sebelumnya, atau sejak 2000. ”Mereka dibina sejak masih sangat belia. Jadi, pembinaan atlet remaja sangat penting kalau Indonesia memang ingin mempunyai atlet senior yang berprestasi,” ujarnya.
Eko dan Triyatno berasal dari Kota Metro, Lampung. Dilatih pertama kali di Metro, di sebuah sasana sederhana, mereka hijrah ke Parung, Bogor, sebelum akhirnya pindah ke Kalimantan Timur. Eko dan Triyatno berpindah-pindah dari satu sasana ke sasana lainnya.
Alamsyah lantas menyoroti PPLP dan PPLM yang dikelola pemerintah. Keduanya seharusnya menjadi sumber bibit lifter muda. Namun, keberadaannya justru tidak pernah dirasakan oleh PB PABBSI.
”Terus terang, kami (PB PABBSI) tidak pernah diajak be- rembuk dalam mengurusi PPLP atau PPLM. Bahkan, kami tidak tahu PPLP berada di mana saja,” ujarnya.
”Dahulu, waktu saya masih bersekolah di Sekolah Ragunan (1980-an), kehadiran kami di kejuaraan nasional selalu menjadi pembicaraan. Sekarang, situasinya sudah tidak seperti itu lagi,” kata Alamsyah.
Ia pun merasa ada kesenjangan luar biasa antara sikap pemerintah yang sibuk mengurusi elite senior dan situasi pembinaan lifter remaja di bawah tanggung jawab pemerintah.
”Jadi, pada satu sisi kita berbicara mengenai pencapaian SEA Games dan sebagainya, tetapi pada sisi lain infrastruktur pembinaan atlet remaja yang menjadi tanggung jawab pemerintah kelihatan keropos,” kata Alamsyah.
Jika dana pembinaan atlet muda terbatas, Alamsyah menyarankan pemerintah hanya fokus pada olahraga yang dipertandingkan dalam olimpiade. (ato)


Kompas, 4 Februari 2010

Tidak ada komentar: